Menimbang Ekspresi Keagamaan di Ruang Publik

Ekspresi Keagamaan di Ruang Publik
Ekspresi Keagamaan di Ruang Publik

Merebaknya Islamophobia yang menyebar khususnya di daratan Eropa, Amerika, Australia dan wilayah negara-negara dimana umat Muslim menjadi minoritas telah juga menjadi perhatian badan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB atau United Nation). Maka dalam rangka memerangi Islamophobia, PBB telah menetapkan tanggal 15 Maret lalu sebagai Hari Anti Internasional memerangi Islamophobia (International Day to Comat Islamophobia).

Kampanye anti Islamophobia internasional tersebut patut didukung dan diapresiasi sebagai bentuk mewujudkan masyarakat dunia yang harmonis dan saling memahami agar tercipta perdamaian seperti harapan kita bersama. Dan upaya tulus – suci untuk mewujudkannya harus didukung sepenuhnya oleh berbagai pihak agar terwujud apa yang dicita-citakan berhasil dan terus terjaga.

Bacaan Lainnya

Seperti kegiatan penyelenggaraan sholat Terawih berjamaah dan pembagian Ifthor di Times Square, New York (Amerika Serikat) sesungguhnya sudah menjadi bagian dari Acara Parade Muslim Internasional setiap tahunnya sejak 2002 seperti dijelaskan Imam Shamsi Ali melalui akun twitter @ShamsiAli2, seorang Diaspora Indonesia di Amerika Serikat penggagas kegiatan tersebut sekaligus menjabat sebagai seorang Imam di Islamic Centre of New York (Amerika Serikat) dan Ketua Nusantara Foundation.

Ekspresi Keagamaan

Sesungguhnya ekspresi keagamaan termasuk dalam bentuk praktik keagamaan di ruang publik bukanlah hal yang aneh dan sudah lumrah dilakukan bukan hanya di kalangan Muslim melainkan juga di banyak kegiatan agama-agama lain. Banyak contoh yang bisa menjadi rujukan, seperti drama prosesi “Jalan Salib” yang menggambarkan peristiwa sejarah sebagai gambaran Yesus dalam perjalanan menuju Bukit Golgota sebelum disalib yang isa kita menyaksikan di Filipina atau negara-negara Amerika Latin, “Tembok Ratapan” di Yerusalem, Palestina bagi penganut Yahudi, dan perayaan-perayaan agama-agama lain yang tidak kemudian dinilai menjadi perbuatan yang ditabukan untuk muncul di ruang publik.

Ekspresi baik dalam bentuk ritual yang kemudian bercampur sekaligus dikuatkan secara budaya kemudian akan menjadi sebuah performa menarik yang apabila dikemas akan dapat menjadi destinasi kultural dalam kegiatan pariwisata (contoh: tari kecak, galungan, sekaten dan sebaginya).

Pos terkait