Manajemen Langit

Pengurus dan santri pesantren baros
Pengurus dan santri Pondok Pesantren Raudhotul Ulum, Baros, Banten.

Islamic Book Fair menjadi titik awal persingungan kami. Kami pun tidak hanya saling mengenal, tetapi jadi akrab. Saya pun beberapa kali berkunjung ke pesantren yang dirintisnya. Dirintis sejak tahun 2012. Pesantren yang hadir karena kebutuhan. Bukan kemampuan financial. Pesantren yang tumbuh dan berkembang dari dapur rumahnya. Dapur yang disulap jadi kobong, tempat tidur 2 orang santri pertamanya.

Saya memanggilnya Ustadz Oman. Beliau ini pendiri dan pengelola Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Baros Lebak Banten. Sebuah pesantren yang hampir-hampir tidak memungut bayaran dari santrinya. Kalaupun ada bayaran hanyalah Rp 12.500,- per bulan sebagai biaya makan santri. Jika berkenan santri boleh bawa beras sendiri dan membantu biaya listrik. Dan urusan biaya listrik pun katanya dari 140an orang santri, paling-paling hanya sekitar 5-6 orang yang bayar.

Bacaan Lainnya

Saya juga heran, tertawa, sekaligus takjub atas gaya manajeman pengelolaan pondok pesantrennya. Dan secara berkelakar saya menyebutnya “manajemen langit”. Ini istilah bagi manajemen yang secara logika manusia hampir tak terjangkau. Gaya manajemen yang bukan lahir dari sekolahan tapi tumbuh lewat keyakinan bahwa Allah Yang Maha Kuasa akan selalu memberi jalan untuk niat dan tindakan mulia.

Pimpinan Pondok Pesantren Raudhotul Ulum

Gaya manajemen yang lahir dari keinginan untuk menyediakan pendidikan bagi kaum dhuafa, yatim piatu, dan kalangan bawah. Kalangan yang hampir-hampir tak punya akses untuk menjangkau pendidikan yang baik. Gaya manajeman yang tumbuh untuk menjawab kebutuhan, bukan dengan wacana dan keinginan muluk-muluk. Menjawab dengan tindakan nyata semampu dan sebisanya.

Dan dengan cara itulah “pintu langit diketuk”, menjadi suara alam semesta. Menjadi pemantik bagi tersambungnya dengan berbagai kalangan yang mempunyai gelombang kebajikan yang sama. Gelombang yang sambung menyambung, bergulung- gulung, dan menjadi “bara api yang membesar”, memantik lahirnya berbagai kebajikan lain.

Pos terkait