Bermedia.id – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta Pemerintah tegas terhadap PT. Freeport Indonesia (PTFI) yang terkesan mengulur-ulur waktu membangun smelter tembaga.
Ia menilai sudah sepantasnya Pemerintah mendesak PTFI memenuhi kewajiban sekaligus janjinya untuk membangun smelter tembaga. Jangan mencla-mencle lagi minta pengunduran waktu pembangunan di tahun 2024 atau menyatakan bahwa pembangunan smelter adalah bisnis yang merugikan.
“Itu tidak benar. Faktanya Tim Kementerian ESDM sudah melakukan kajian soal ini dan menyimpulkan bahwa proyek pembangunan smelter tembaga secara bisnis positif menguntungkan,” tegas Mulyanto dalam siaran persnya, Rabu (14/4/2021).
Menurut Mulyanto, pembangunan smelter tembaga PTFI ini harus segera mengingat dalam beberapa periode evaluasi capaiannya sangat minim. Salah satu alasannya PTFI bolak-balik bermaksud pindah lokasi.
Mulyanto menambahkan PTFI harus segera membangunsmelter ini untuk mengejar ketinggalan. Harapannya fasiltas smelter ini siap paling lambat tahun 2023 sebagaimana amanatkan UU Minerba.
“Sekarang ini adalah waktu yang tepat karena PTFI sudah meraih laba. Deviden untuk bagian Pemerintah Indonesia saja sebesar Rp 2.9 triliun dan perkiraannya meningkat dua kali lipat pada tahun 2021. Artinya kondisi keuangan PTFI cukup baik,” kata Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.
Mulyanto menambahkan, dalam kunjungan kerja Komisi VII DPR RI ke Litbang Kementerian ESDM di Bandung, Sabtu, 10 April 2021, tampak bahwa pembangunan smelter tembaga positif menguntungkan secara bisnis. Keberadaan smelter tembaga dapat memberi nilai tambah pada produk yang dihasilkan sekaligus menambah potensi pendapatan negara.
“Jadi tidak benar kalau pembangunan smelter tembaga ini adalah proyek rugi,” tegas Mulyanto.
Namun Mulyanto menduga pernyataan itu hanyalah alasan untuk mangkir dari kewajiban melaksanakan amanat UU. Karena itu Menteri ESDM harus tegas bila kemajuan pembangunan smelter ini tidak sesuai dengan target. Bila perlu jangan berikan izin untuk ekspor konsentrat tembaga.
“Kalau Pemerintah tidak tegas, maka menjadi wajar bila dipermaikan oleh pihak pengusaha,” tandas Mulyanto.