Perempuan paling rentan mengalami masalah kesehatan mental. Menurut penelitian Homewood Health United Kingdom, 47 persen perempuan berisiko tinggi mengalami gannguan mental dibanding 36 persen pria. Perempuan hampir dua kali lipat lebih mungkin didiagnosa depresi dibanding dengan pria.
Profesional kesehatan mental di Amerika mengungkapkan sekurangnya ada enam topik yang sering dibicarakan perempuan dalam sesi terapi mereka. Topik-topik seperti beratnya menjadi ibu, susah mendapat momongan dan tekanan sosial adalah hal umum yang terjadi di kalangan perempuan. .
Masalah-masalah tersebut tentu saja berbeda-beda tergantung pada usia, ras, agama dan status sosial ekonomi. “Tapi ada banyak hal yang bisa saya lihat, dan banyak tema serupa yang bermunculan dalam hubungan juga,” kata Emma Mahony, seorang terapis di A Better Life Therapy di Philadelphia dan kreator konten permasalahan kesehatan mental di TikTok.
Masalah-masalah ini terkadang terasa melelahkan, tetapi mengetahui bahwa Anda bukan satu-satunya yang mengalaminya akan sangat membantu. Di bawah ini, para ahli berbagi masalah yang biasanya disampaikan perempuan dalam terapi, bersama dengan beberapa saran untuk mengatasinya.
Transisi Kehidupan
Menurut Meredith Van Ness, psikoterapis dan pemilik Meredith Van Ness Therapy di Colorado, transisi hidup adalah alasan banyak orang yang datang mencari bantuan terapist.
“Menjadi orang tua, perceraian, empty nest syndrome (perasaan sedih atau hampa yang kerap dialami para orang tua saat anaknya meninggalkan rumah), atau menopause. Transisi ini dapat menimbulkan berbagai emosi dan tantangan, dan terapi dapat memberikan dukungan dan bimbingan selama masa-masa ini,” kata Van Ness.
Dia menambahkan bahwa penyesuaian hidup terhadap perubahan yang besar, apakah itu rasa kesepian ketika Anda kehilangan orang yang Anda cintai atau perasaan depresi ketika anak-anak Anda pergi ke kota lain untuk melanjutkan pendidikan, dapat memunculkan masalah yang tidak terselesaikan karena perasaan-perasaan tersebut sering dianggap remeh dan diabaikan
Menjadi lebih sadar diri (self-aware) adalah salah satu cara yang Van Ness anjurkan pada kliennya untuk membantu melalui transisi kehidupan. Ini dapat membantu orang memahami mengapa mereka mengalami masa sulit dan apa yang dapat mereka lakukan untuk merasa lebih baik.
Bingung dengan Identitas Diri
“Banyak wanita bergumul dengan pertanyaan tentang siapa diri mereka sebenarnya. Siapa saya di balik status saya sebagai seorang ibu atau sebagai seorang istri?’” Kata Alicia Brown, seorang psikoterapis dari Grow Therapy di Florida Selatan. “Dan hal yang sama juga berlaku untuk siapa mereka di luar karier mereka,” katanya.
“Ini bisa terlihat seperti, ‘Saya baru saja menjadi seorang ibu dan saya merasa seperti tidak punya teman,’ atau ‘Saya merasa tidak terhubung dengan orang lain lagi seperti dulu.’ Bisa juga terjadi bagi mereka yang beralih ke karir baru. Mereka tidak benar-benar tahu apa yang ingin mereka lakukan. Mereka menyadari apapun yang mereka lakukan saat ini tidak berhasil untuk mereka,” kata Brown.
“Orang mendatangi terapi dan akhirnya mengetahui apa yang sedang mereka hadapi sambil terus mencoba bertahan dalam hubungan yang mereka inginkan dengan anak-anak mereka, pasangan mereka atau melakukan tanggung jawab sehari-hari di tempat kerja,” sambungnya.
Untuk membantu orang-orang yang ada dalam situasi ini, Brown mengatakan dia meminta mereka untuk mengidentifikasi siapa diri mereka saat ini dan versi ideal diri mereka sendiri. “Dan bersama-sama kami menemukan cara untuk menggabungkan keduanya,” jelasnya.
“Hal-hal apa yang perlu kita tempatkan agar Anda dapat menyeberangi jembatan itu dan mencapai identitas diri versi ideal itu? Apa saja kebutuhan Anda yang tidak tertangani? Apa dan ada berapa tujuan dan keinginan Anda yang ingin Anda kerjakan tetapi belum Anda kerjakan?”
Setelah Anda menetapkan tujuan dan keinginan, Brown mengatakan Anda dapat memprioritaskan tujuan yang akan membuat Anda merasa berhasil dan mengambil langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
Self-esteem dan Self-worth
“Beberapa hal umum yang muncul pada orang adalah Self-esteem dan Self-worth, bagaimana perasaan orang tentang diri mereka sendiri,” kata Van Ness.
Self-worth sendiri adalah perasaan mencintai diri sendiri dan percaya bahwa dirinya layak dicintai. Self-worth juga berarti memberikan rasa hormat, penghargaan, dan pengertian yang sama kepada diri sendiri seperti kepada orang lain. Rendahnya Self-worth menyebabkan segala kesulitan yang dialami dalam hidup baik itu kesulitan secara moril dan materil.
Sementara Self-esteem adalah perasaan subyektif seseorang secara keseluruhan tentang arti diri sendiri atau nilai diri. Dengan kata lain, Self-esteem bisa diartikan sebagai seberapa besar kita menghargai dan menyukai diri sendiri terlepas dari keadaan yang sedang kita alami. Tinggi atau rendahnya Self-esteem ditentukan oleh banyak faktor, seperti rasa percaya diri, perasaan insecurity, identitas diri, dan perasaan kompetensi.
Sebetulnya tidak ada perbedaan besar antara self-worth dan self-esteem. Self-esteem mengacu pada apa yang Anda pikirkan, rasakan, dan yakini tentang diri sendiri. Sementara self-worth mengakui bahwa Anda “lebih besar” dari semua hal atau kondisi di luar kontrol Anda. Self-worth adalah pengetahuan yang mendalam bahwa kita berharga, dapat dicintai, dan punya nilai penting dalam kehidupan ini.
Van Ness membantu kliennya dengan menumbuhkan Self -confidence. “Sehingga mereka hadir dalam kehidupan mereka sendiri dan tumbuh menjadi seperti yang mereka inginkan tanpa banyak tekanan masyarakat dan masalah citra tubuh atau bahkan trauma masa lalu atau hubungan masa lalu yang mungkin menyebabkan kurangnya Self-worth mereka dan menyebabkan mereka memandang buruk diri mereka sendiri.”
Self-confidence mengacu pada kepercayaan diri yang dimiliki dalam bidang kehidupan tertentu dan tentang mempercayai kemampuan diri sendiri. Self-confidence lebih mudah dibangun daripada self-esteem karena berasal dari pengetahuan dan praktik. Jadi, semakin banyak pengalaman, maka idealnya semakin besar self-confidence yang kita punya.
Di sisi lain, self-esteem dan self-confidence tidak selalu berjalan bersamaan. Ada masanya kita percaya diri dengan kemampuan diri sendiri, tapi memiliki self-esteem yang rendah. Contohnya, seorang atlet profesional mungkin punya banyak kepercayaan diri pada kemampuan mereka, tapi menderita self-esteem yang rendah. Namun, saat kamu percaya diri dalam satu bidang kehidupan, itu dapat membantu meningkatkan self-esteem secara keseluruhan.
Dalam pengalaman Mahony, kurangnya Self-esteem juga muncul sebagai sikap membandingkan diri dengan orang lain dan negatif self-talk. “Saya akan mengatakan mayoritas perempuan yang saya lihat … hanya, secara keseluruhan, sangat keras pada diri mereka sendiri,” kata Mahony.
Mahony menambahkan bahwa tidak ada kata terlambat untuk mulai memperbaiki hubungan dengan diri sendiri. Mengenal diri sendiri lebih baik dan memahami keyakinan kita yang membatasi pada akhirnya dapat membantu kita memutus siklus berbahaya ini. Membuat jurnal, kelompok pendukung, dan terapi adalah cara untuk memahami diri sendiri pada tingkat yang lebih dalam, tegasnya.
“Super Woman”
Ada anggapan dalam masyarakat bahwa perempuan harus melakukan semuanya, seperti bekerja, membersihkan rumah, memasak, atau membesarkan anak tanpa bantuan siapa pun. “Banyak perempuan bergumul dengan gagasan bahwa mereka seharusnya menjadi Wanita Super. Mereka juga diharuskan mengetahui semuanya, ” kata Brown. “Dan bukan hanya itu, mereka harus melakukannya sambil tersenyum.”
Dia mengatakan kliennya merasa bahwa masyarakat meminta banyak dari mereka dan sulit untuk mengetahui dari mana harus memulai, terutama jika beberapa tekanan tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Brown mengatakan dia bekerja dengan kliennya untuk mengungkap ekspektasi ini, termasuk dari mana asalnya dan kapan datangnya. Umumnya ketika orang “melakukan semuanya”, mereka biasanya melakukannya untuk menyenangkan orang lain, dan itu yang menjadi masalah.
“Jika Anda selalu berjuang dan bekerja dan melakukan semua hal ini untuk menyenangkan orang lain, bagaimana Anda menyenangkan diri sendiri, bukan? Bagaimana Anda mengembangkan hubungan dengan diri Anda sendiri, bukan? Bahwa Anda tidak merasa harus membuktikan diri kepada siapapun,” kata Brown.
Kecemasan
“Perempuan mungkin mengalami tingkat stres dan kecemasan yang tinggi karena berbagai faktor seperti tekanan pekerjaan, tanggung jawab di keluarga, ekspektasi masyarakat, dan tujuan pribadi,” kata Van Ness.
Kecemasan juga terkait dengan terlalu banyak berpikir (overthinking), yang bisa saja memunculkan perasaan ragu terhadap diri sendiri, seperti menganalisis secara berlebihan bagaimana kita bertindak di masa lalu. Misalnya, kita sering secara berlebihan memikirkan sesuatu yang kita katakan di sebuah pesta. Kita mungkin berpikir “Mengapa saya mengatakan itu?” atau “Mengapa saya begitu bodoh?” Pada kenyataannya, tidak ada orang lain yang memikirkan apa yang kita sebut sebagai kesalahan yang membuat kita begitu terobsesi dan menyalahkan diri sendiri.
Untuk mengatasi hal ini, Van Ness mengatakan untuk fokus melihat pola berpikir rasional dalam hidup Anda versus pola berpikir irasional. Apakah mungkin seseorang terjebak dengan hal “bodoh” yang kita katakan di sebuah pesta? Mungkin tidak. Selain itu Van Ness berkata kita dapat mempertimbangkan pemikiran mana yang membuat kita terjebak dalam perilaku masa lalu dan apa yang dapat kita ubah dalam proses pemikiran itu untuk bergerak maju.
Mencari Bantuan
Jika salah satu dari enam persoalan di atas terdengar seperti Anda, ketahuilah bahwa Anda tidak sendiri dan Anda juga tidak harus menghadapinya sendirian.
Mahony menekankan bahwa penting bagi perempuan untuk menemukan komunitas untuk bersandar di saat-saat sulit. “Kita tidak dimaksudkan untuk menangani semua hal sendiri. Kita adalah makhluk sosial,” kata Mahony. “Saya pikir, sangat penting perempuan bersandar pada perempuan lain.”
Anda dapat mencari dukungan dari teman atau keluarga, serta mencari bantuan melalui terapi, yang dapat membantu Anda mengatasi salah satu masalah yang disebutkan di atas (dan banyak lagi).