Farouk: Pemerintah Perlu Reformasi Arah Pembangunan

Farouk Abdullah Alwyni
Ekonom Pusat Kajian Keuangan, Ekonomi dan Pembangunan Universitas Binawan.

Bermedia.id – Ekonom Pusat Kajian Keuangan, Ekonomi, dan Pembangunan Universitas Binawan, Farouk Abdullah Alwyni anjurkan Pemerintah lakukan reformasi arah pembangunan untuk merespon tuntutan masyarakat. Pemerintah perlu menentukan arah pembangunan ekonomi nasional yang lebih adil, transparan dan mensejahterakan masyarakat.

Ia berpendapat meskipun kondisi makro ekonomi saat ini masih stabil tapi Pemerintah tidak boleh berpuas diri. Apalagi menutup mata akan adanya ketimpangan di masyarakat.

Bacaan Lainnya

Farouk menyebut ketimpangan sosial yang terjadi saat ini sangat tinggi. Parahnya lagi sekarang marak tindak korupsi oleh pejabat, lonjakan kenaikan PBB yang tidak kira-kira di berbagai daerah, serta beredar kabar besarnya gaji elite politik seperti Anggota DPR RI yang jauh di atas gaji rata-rata penduduk.

“Pendapatan elit politik di Indonesia bisa 75 kali lebih besar daripada pendapatan rata-rata orang Indonesia. Angka ketimpangan ini bisa jadi tertinggi di dunia,” terang Mantan Pejabat Senior Islamic Development Bank (IDB) ini.

“Meski secara umum kondisi makro-ekonomi tetap terkendali, Pemerintah tetap harus memperhatikan akar masalah yang menjadi penyebab protes yang ada sekarang ini. Jika Pemerintah tidak segera mengkoreksi khawatir akan berdampak negatif terhadap stabilitas ekonomi. Dan pada akhirnya akan menyebabkan instabilitas politik serta mengikis ‘business confidence’. Kondisi itu tentu mempengaruhi daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi,” terang Farouk.

Makro-ekonomi Stabil

Farouk menerangkan sampai awal September 2025, protes yang berkembang dan kerusuhan memang menyebabkan volatilitas di pasar saham (IHSG) dan pasar valuta asing (IDR vs USD), tetapi tidak sampai mengguncang kondisi makroekonomi yang ada secara signifikan.

Secara keseluruhan di Tahun 2025, IHSG meningkat dari level 7.163,21 di 2 Januari 2025 ke level 7.867,35 di 4 September 2025, pertumbuhan sebesar 9.8%. Titik terendah selama kerusuhan terjadi di hari Senin, 1 September 2025 dengan IHSG berada di level 7.736 setelah mencapai level tertinggi di 2025 di level 7.952 di hari Kamis, 28 Agustus 2025, penurunan sekitar 2.72%.

Sedangkan Rupiah selama tahun 2025, telah terdepresiasi terhadap US Dollar sebesar 1.6% dari Rp. 16.201 di tanggal 2 Januari 2025 menjadi Rp. 16.462 di tanggal 4 September 2025. Level terkuat sebelum kerusuhan adalah di Rp. 16.227 pada tanggal 24 Agustus 2025.

Menyikapi hal tersebut Mantan Direksi Bank Muamalat ini mengusulkan bagi Pemerintah sejumlah terobosan. Seperti melakukan Reformasi Struktural terkait perpajakan, alokasi anggaran negara, peningkatan pemerataan dan pengurangan ketimpangan. Selain itu Pemerintah perlu memperbaiki birokrasi, kesetaraan dan penegakan hukum, dan perbaikan kualitas demokrasi.

Esensi Pajak

Terkait perpajakan, Pemerintah harus mengembalikan esensi pajak bukan sekedar sumber penerimaan negara tetapi sebagai satu instrumen ‘distributive justice,’ yakni instrumen untuk menciptakan masyarakat yang lebih berkeadilan ekonomi dan sosial. Pajak harus fokus pada kelompok-kelompok ‘ultra rich’, mereka yang sejauh ini telah menikmati pembangunan. Pajak ke ke kelompok menengah ke bawah harus minimal. Jangan sampai mempersulit kelompok kelas menengah apalagi kelas bawah.

“Sementara terkait penerapan PBB harus ada kajian dan tidak bisa mengikuti harga pasar dari ‘property’, tetapi harus berdasarkan nilai awal pembelian sebuah properti. ⁠Logika pajak Pemerintah harus berubah dan lebih berorientasi ‘Revenue’ bukan ‘Tax Rate.’

Tingkat pajak yang kecil justru bisa memacu pendapatan yang besar daripada tingkat pajak tinggi. Hal itu justru bisa mengurangi penerimaan. Pengurangan PPn bisa juga menjadi satu cara meningkatkan batas penghasilan tidak kena pajak, juga penghapusan pajak THR,” jelas Alumnus New York University (Amerika Serikat) dan University of Birmingham (Inggris) ini.

Alokasi Anggaran

Farouk menekankan alokasi anggaran negara harus lebih berorientasi mengangkat kelompok kelas menengah bawah dan bukan malah hanya memperkaya pejabat negara. Perbandingan antara gaji rata-rata pejabat negara dan UMR harus semaksimal mungkin berkurang sebagai sarana peningkatan pemerataan dan pengurangan ketimpangan. Apalagi untuk para Anggota DPR RI/DPRD, di negara-negara maju pada umumnya, kelipatannya tidak melebihi 4x lipat. Kelipatan yang minimal akan memaksa para Anggota DPR RI/DPRD lebih empati kepada masyarakat dan dapat lebih vokal dalam mengawasi gaji pejabat-pejabat negara lainnya.

“Pengurangan ketimpangan gaji pejabat negara dan UMR di atas penting, untuk menghindari kondisi neo-kolonialisme oleh bangsa sendiri, di mana rakyat kebanyakan yang membayar pajak dengan berat sedangkan segelintir elit menikmati kemewahan dari pengorbanan rakyat kebanyakan.

⁠Salah satu fungsi penting negara adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat, di sini birokrasi yang mendapat gaji oleh pajak rakyat benar-benar harus memberikan layanan yang terbaik untuk rakyat. Birokrasi yang bersih, melayani, dan profesional harus diciptakan,” lanjutnya.

Ia juga mengatakan penerapan “rule of law” yang imparsial dan tidak tebang pilih menjadi syarat mutlak untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan tentunya obyektif menciptakan negara dan masyarakat berkeadilan, yang sangat penting untuk membangun kesejahteraan/kemakmuran.

Penerapan “rule of law” yang imparsial juga otomatis berguna untuk mengambil kembali harta-harta pejabat hasil korupsi. Selain itu bermanfaat untuk program-program yang mendorong kesejahteraan rakyat banyak dan pembangunan infrastruktur.

“Hal lain yang perlu perhatian Pemerintah adalah perbaikan kualitas demokrasi di Indonesia agar menghasilkan wakil rakyat yang benar-benar amanah, kompeten, dan mempunyai pemihakan kepada rakyat banyak. Pemerintah perlu paham bahwa demokrasi bukan sekedar Pemilihan Umum. Tetapi sekedar alat untuk menciptakan kemaslahatan yang lebih besar bagi masyarakat.

Demokrasi harus bisa diterjemahkan dalam bentuk layanan birokrasi yang baik. Pemerintah yang hadir secara ekonomi dan keamanan bagi kelompok masyarakat yang membutuhkan. Serta penggunaan sumber daya alam dan anggaran negara yang benar-benar digunakan untuk kemakmuran rakyat. Bukan sekedar untuk segelintir oligarki, elite politik maupun ekonomi,” tegasnya.

Pos terkait