Mulyanto Tolak Politisasi Lembaga Ilmiah

Gedung Riset dan Teknologi
Gedung Kemenristek di Jakarta. (Dok: MNCTrijaya.com)

Bermedia.id – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menolak Pembentukan Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang akan dijabat ex-officio oleh Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Menurutnya pembentukan dewan pengawas itu sebagai wujud nyata politisasi lembaga ilmiah.

Mulyanto menegaskan lembaga ilmiah seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) harus bebas dari kepentingan politik. Hal itu perlu agar BRIN dapat bekerja secara profesional.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, pembentukan dewan pengarah itu tidak tepat karena secara de-jure tidak ada dasar hukumnya.

“Tidak ada dasar hukum posisi Dewan Pengarah dalam struktur organisasi BRIN termasuk dalam UU No. 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek (Sisnas Iptek). Memang ada dalam RUU HIP. Tapi ini kan baru RUU dan itu pun sudah hilang dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” jelas Mulyanto.

Mulyanto menambahkan dalam Perpres No. 74/2019 tentang BRIN dan Kepres No. 103/2001 tentang Lembaga Pemerintah Non Departemen, struktur organisasi yang ada terdiri dari Kepala, Sekretaris Utama, Deputi dan Unit Pengawasan. Dalam struktur organisasi LPNK tidak mengenal jabatan “Dewan Pengarah”.

Tidak Setuju

Secara substansial Mulyanto menegaskan, BRIN tidak membutuhkan Dewan Pengarah dalam menjalankan tugasnya, apalagi yang bersifat ideologis dari BPIP.

“Saya pribadi tidak setuju BRIN memiliki dewan pengarah dari BPIP. Logikanya kurang masuk akal.

Kalau memaksakan mungkin saja ada hubungan antara haluan ideologi Pancasila dengan riset dan inovasi. Namun hubungan itu terlalu mengada-ada dan memaksakan diri,” kata Sesmen Kemenristek era Presiden SBY ini.

Sebagai mantan peneliti, Mulyanto dapat merasakan kegelisahan para pihak terkait wacana politisasi Ristek ini.

“Sebaiknya lembaga litbang ini bersih dari politisasi. BRIN adalah lembaga ilmiah biar bekerja dengan dasar-dasar ilmiah objektif, rasional dengan indikator out come yang terukur. Jangan terbebani dengan tugas-tugas ideologis,” jelas dia.

“Tugas BRIN yang ada sudah berat, sebagaimana yang amanat UU. No. 11/2019 tentang Sisnas Iptek, yakni melaksanakan litbangjirap (penelitian-pengembangan-pengkajian dan penerapan) iptek yang terintegrasi dari invensi sampai inovasi,” kata Doktor Nuklir alumnus Tokyo Institute of Technology, Jepang.

Perjelas Bentuk

Mulyanto minta Pemerintah segera memperjelas bentuk organisasi BRIN apakah akan termasuk sebagai LPNK atau LNS. Karena Perpres No. 74/2019 tentang BRIN tidak secara eksplisit menyebutkan BRIN sebagai LPNK.

Berbeda halnya dengan BATAN, BPPT, LIPI, LAPAN, dll yang menyebut secara definitif dalam Perpres pembentukannya.

“Sesuai UU di Indonesia hanya dikenal 3 bentuk lembaga pemerintahan yakni Lembaga Pemerintah Kementerian (LPK), Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) dan Lembaga Non Struktur (LNS).

Kalau BRIN menjadi LNS maka sangat sayang karena akan makin mengkerdilkan lembaga riset dan teknologi nasional. Setelah sebelumnya Kemenristek melebur ke dalam Kemendikbud.

Kalau BRIN sebagai LPNK, maka Kepala BRIN adalah Jabatan Pimpinan Tingkat Utama (JPTU), yang harus mengikuti mekanisme open biding. Namun sayangnya Presiden kemarin langsung menunjuk dan melantik tanpa melalui proses open biding,” tandas Mulyanto.

Pos terkait