Pelan-Pelan Saja

Hikmah
Al-Quran (dok: dream.com)

“Bu’e.. ndak jadi ke pasar tah? Bapak sudah siap antar ini..,” tanya sang Suami.
“Nantilah Pak’e.. Ibu harus kejar setoran tilawah (bacaan) dulu ini lho..,” jawab sang Istri..

Di lain waktu.

Bacaan Lainnya

“Bu’e.. ini sayuran ndak jadi dimasak kah ?” tanya sang suami.
“Sek lah Pak’e. Belom sempet. Tilawah Ibu baru dapet 2 halaman ini. Itu di grup Bu Ahmad sudah 2 juz, 2 halaman. Bu Farid sudah 1 setengah juz. Isin aku Pak’e,” tukas sang Istri dengan gelisah.

Setoran

Zaman sekarang ternyata istilah kejar setoran bukan cuma milik para supir angkot atau taxi. Tapi juga milik para pembaca al-Quran.

Betul, pake banget, kalo Nabi saw pernah dawuh :

من قرأ حرفا من كتاب الله فله به حسنة، والحسنة بعشر أمثالها (الترمذي)

Siapa yang membaca satu huruf dari al-Quran, maka dia mendapat pahala satu kebaikan, dan dilipat gandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisalnya (HR. Tirmidzi)

Namun terkadang kita kurang ngeh kalau sebenarnya peran utama al-Quran adalah sebagai pedoman hidup. The way of life, kata orang sana.

Berserakan pula ayat al-Quran yang menegaskan masalah ini. Bahkan menjadi prolog saat awal kita membaca al-Quran..

ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ

Itulah Kitab (al-Quran) yang tak ada keraguan di dalamnya. Sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa (QS. al-Baqoroh : 2)

Petunjuk

Untuk bisa menempatkannya pada peran dan posisinya sebagai pedoman hidup maka memahami arti dan maknanya menjadi satu keharusan.

Baginda Nabi saw perlu 23 tahun untuk bisa memahamkan al-Quran kepada para sahabat beliau. Sehingga al-Quran betul-betul dipahami maknanya. Mengalir dalam aliran darah mereka, berdetak bersama degup jantung mereka dan mengejawantah dalam tingkah polah mereka.

Allah mewanti-wanti Nabi saw untuk tidak tergesa-gesa dalam membaca al Quran. Tapi diperintahkan untuk perlahan dengan pemahaman penuh akan maknanya.

لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ

Janganlah engkau (ya Muhammad) gerakkan lidah engkau (membaca al-Quran) untuk cepat-cepat menguasainya (QS. al Qiyamah 16)

Perlahan tapi pasti. Dengan rasa dan menjiwai makna.

Masalahnya kita saat ini adalah adakah kita merasakan satu “rasa” yang menyentuh kalbu kita saat membaca al-Quran? Meresap ke dalam relung, menelusup ke dalam jiwa dan mengejawantah dalam polah.

Ataukah Al-Quran hanya sekedar bacaan panjang berlembar yang tak memiliki “rasa” bahkan “makna”. Terasa hambar dan datar. Hanya hasil olah lidah. Tak bernyawa dan berjiwa.

Bila seperti itu khawatirlah kita akan sabda Nabi saw :

القرآن حجة لك أو عليك. (مسلم)

Al-Quran itu bisa menjadi pembelamu atau penuntutmu kelak (di hari kiamat).

Sahabat Nabi saw, Anas bin Malik ra. pernah berkata :

قال أنس بن مالك: رب تال للقرآن والقرآن يلعنه ” انتهى من ” إحياء علوم الدين ” (1 / 274)

Tidak sedikit pembaca al-Quran, sementara al-Quran justru melaknatnya. (al Ghazali).

Maka pelan-pelan sajalah sobat. Cukup 10 ayat kita baca tapi dengan memahami makna dan mematrinya ke dalam relung jiwa serta mengaplikasikannya di dalam tingkah kita.

Pelan-pelan saja.

Pos terkait