Bermedia.id – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menyesalkan sikap pemerintah yang terkesan lepas tangan terkait lonjakan harga minyak goreng (migor). Alih-alih ikut mengatur harga migor agar terkendali, pemerintah malah menyerahkan masalah ini pada mekanisme pasar. Ini sama saja pemerintah masa bodo terhadap urusan masyarakat.
“Dalam kondisi mahal seperti sekarang, harusnya pemerintah hadir mengatur harga. Bukan malah lepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar,” kata Mulyanto.
Mulyanto menyebut sikap pemerintah yang abai seperti itu membuat Indonesia mengalami paradoks atau sesuatu yang bertentangan. Negeri yang kaya sumber daya alam (SDA) seperti Indonesia malah mengalami kelangkaan migor. Harga CPO dunia tinggi tapi tidak menjadi berkah malah menuai musibah.
Mulyanto menambahkan dibanding Malaysia, harga migor di Indonesia sangat tinggi. Di Malaysia migor subsisidi hanya Rp.8.500 per kg dan migor non subsidi Rp. 19 ribu per kg. Sementara di Indonesia berdasarkan kebijakan baru tanggal 16 Maret 2022, harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng (migor) curah menjadi sebesar Rp. 14 ribu per liter, naik dari sebelumnya Rp. 11.500 per liter. Sementara harga migor kemasan mengikuti mekanisme pasar yang harganya sekarang menjadi sekitar Rp 28 ribu/liter
“Seharusnya harga migor di Indonesia sama atau mendekati harga migor di negeri jiran itu. Pasalnya kita sama-sama produsen CPO utama dunia. Bahkan Indonesia memiliki lahan kelapa sawit yang luas dan masih dapat bertambah.
Di sisi lain dengan kenaikan harga CPO dunia yang tinggi, imbas Perang Rusia-Ukraina, maka seharusnya Indonesia sebagai negara eksportir CPO dan turunannya dapat menangguk berkah, bukan malah sebaliknya menuai musibah. Kisruh kemahalan dan kelangkaan migor. Bahkan menimbulkan beberapa korban jiwa saat antrian panjang migor,” tegas Mulyanto.
Kebijakan yang menguntungkan
Terkait hal tersebut Mulyanto minta pemerintah mau bersikap adil. Pemerintah sebaiknya membuat kebijakan yang menguntungkan rakyat. Bukan hanya menguntungkan beberapa gelintir pengusaha.
“Ini kan soal “managing the nation”. Bagaimana kita mengelola negara, menjalankan amanat konstitusi, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan membangun kesejahteraan umum. Negara tidak boleh lepas tangan dengan dalih menyerahkannya pada mekanisme pasar. Baik terhadap harga migor dalam negeri maupun terhadap durian runtuh windfall profit yang diterima eksportir dari lonjakan harga CPO dunia,” kata Mulyanto.
Pemerintah, kata Mulyanto, perlu peningkatan pajak ekspor CPO dan turunannya yang bersifat progresif sebanding dengan peningkatan harga CPO internasional. Negara harus hadir mengatur dengan menarik pajak dari si kaya untuk meringankan beban si miskin.
“Ini kan soal kantong kiri dan kantong kanan kas negara,” ujarnya.
“Kalau ada political will, konsistensi dan ketegasan, semestinya kita bisa mengelola tata niaga komoditas migor ini agar tersedia di pasar dan dengan harga yang terjangkau masyarakat,” imbuh Mulyanto.
Untuk diketahui pasar ekspor Indonesia tahun 2021 atas CPO sebesar USD 28.5 miliar, naik 55 persen dibanding tahun 2020 yang hanya USD 18.4 miliar. Padahal secara volume tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Hari ini harga CPO sedang bagus-bagusnya menembus USD 2.000 per ton. Para pengusaha CPO menikmati durian runtuh windfall profit yang menggiurkan.