Lima Salah Paham Masyarakat Tentang Ramadhan

Lima Salah Paham Tentang Ramadhan
Lima Salah Paham Tentang Ramadhan (Dok: Tribunnews.com)

Bermedia.id – Ramadhan yang beberapa hari kita jelang adalah bulan istimewa. Di dalamnya terdapat banyak keberkahan, limpahan rahmat dan karunia, serta menyediakan ampunan atau maghfiroh dari Allah swt.

Ibadah di bulan Ramadhan akan mendapat berllipat pahala dibandingkan ibadah yang sama di bulan lain. Karena itu perlu kiranya kita mempersiapkan segalanya agar bisa beribadah secara maksimal selama Ramadhan.

Bacaan Lainnya

Salah satu persiapan Ramadhan yang tidak kalah penting adalah persiapan mental. Maksud persiapan mental di sini adalah kesiapan pikiran dan perasaan menyambut Ramadhan.

Hal ini penting agar dalam melaksanakan ibadah Ramadhan nanti perasaan kita lebih yakin dan mantap dalam melaksanakan setiap ibadah. Sudah tidak ada lagi keraguan atau kebingungan mencari tahu berbagai perkara terkait ibadah Ramadhan.

Untuk mendapatkan kemantapan hati itu, maka kita perlu memahami hakikat Ramadhan yang sebenarnya. Jangan sampai justru salah paham menempatkan keistimewaan Ramadhan yang mulia itu.

Berikut adalah beberapa contoh salah paham yang berkembang di kalangan masyarakat.

1. Memandang Ramadhan sebagai bulan latihan bukan bulan ujian

Dalam banyak kesempatan kita sering menemukan orang yang menganggap Ramadhan adalah bulan latihan. Orang-orang berpikir Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk melatih dan membiasakan diri melaksakan berbagai ibadah. Mulai dari shalat, tilawah (membaca) Quran, sedekah, puasa, dan lain-lain. Harapannya setelah Ramadhan kita dapat terus menjaga kebiasaan ibadah kita di bulan-bulan lainnya.

Pendapatan ini sama sekali tidak salah. Namun sayangnya banyak yang menyalahartikan pendapat ini. Lantaran menganggap Ramadhan bulan latihan maka persiapannya menyambut Ramadhan menjadi tidak maksimal. Bahkan ada kalanya banyak orang yang menggampang-gampangkan urusan ibadah. Berpendapat, “Ah, ini kan masih latihan. Nanti kalau di waktu pertandingan sebenarnya saya akan berusaha lebih maksimal.”

Ramadhan sejatinya bukan bulan latihan, sahabat. Ia adalah bulan ujian atas latihan yang kita lakukan selama 11 bulan lamanya. Ramadhan menjadi bulan ujian sekaligus bonus karena itu di bulan ini tersedia balasan pahala yang melimpah ruah. Begitu banyaknya pahala yang Allah sediakan di bulan Ramadhan, sampai-sampai Rasululah saw, mengajak para sahabat untuk bersiap menghadapi Ramadhan dua bulan sebelumnya.

2. Menganggap Ramadhan hanya sebagai bulan puasa

Ini adalah salah paham lain yang cukup lazim ada di kalangan masyarakat. Sepertinya orang lumrah menganggap bulan Ramadhan sebagai bulan puasa. Itu sebabnya berbagai perhatian jelang Ramadhan lebih banyak tertuju untuk memikirkan bagaimana menjalankan ibadah puasa dengan nyaman. Tapi pada saat yang sama melupakan bagaimana menyiapkan diri agar dapat melaksanakan tarawih dnegan nyaman, dapat tilawah Quran dengan baik, dsb.

Banyak di antara kita kurang menyadari bahwa Ramadhan bukan sebatas bulan puasa. Ramadhan juga menjadi bulan Quran karena di dalamnya kita suci umat Islam diturunkan. Ramadhan bulan sedekah, tarawih, bulan di mana adanya lailatul qodr. Oleh karena itu kita perlu menyiapkan diri sebaik mungkin agar dapat melaksanakan kesempatan ibadah yang banyak itu secara maksimal. Jangan hanya fokus pada ibadah puasa saja. Sebab ganjaran pahala bagi ibadah yang lainnya juga tidak kalah istimewa. Bayangkan satu kali saja kita mendapatkan lailatul qodr, kemuliaannya sama dengan seribu bulan. Begitu juga dengan keistimewaan pahala ibadah yang lain.

3. Menganggap waktu Ramadhan sebatas imsak hingga berbuka

Secara tidak sadar kadang banyak orang yang mengira waktu Ramadhan sebatas setelah imsak hingga saat berbuka puasa saja. Padahal waktu Ramadhan adalah sebulan penuh. Ramadhan bermula pada detik pertama ketika hilalnya muncul dan terlihat hingga berganti dengan hilal bulan syawal sebulan berikutnya.

Dalam rentang waktu sebulan penuh itulah kemuliaan Ramadhan terbentang. Aturan dan ketentuan ibadah di dalamnya berlaku selama sebulan penuh itu pula. Jadi jangan mengira aturan Ramadhan berlaku hanya di siang hari saja. Jangan menganggap anjuran menjaga emosi saat berpuasa saja. Setelah berbuka bisa diumbar semaunya. Atau menganggap menahan diri dari bergunjing cukup di siang hari saja, setelah berbuka semua bisa berbuat semaunya.

Bukan begitu sahabat. Kemuliaan Ramadhan adalah sebulan penuh.

4. Mengistimewakan Ramadhan dengan cara kemubaziran

Sudah lazim terjadi setiap masuk bulan Ramadhan terjadi lonjakan konsumsi dan pembelanjaan. Hampir semua barang dagangan mengalami lonjakan permintaan. Terlebih menjelang akhir Ramadhan, pembelanjaan uang untuk kebutuhan Ramadhan lebih tinggi lagi. Karena bertambah untuk keperluan lebaran atau Idul Fitri.

Umumnya orang melakukan itu niatnya untuk memuliakan Ramadhan. Sepanjang Ramadhan orang berusaha menyediakan hidangan yang terbaik bagi keluarganya, bagi kerabatnya dan juga tetangganya. Sepanjang Ramadhan itu pula berbagai menu yang tidak biasa tersedia maka sengaja disediakan.

Tujuan dari semua itu tentu baik. Hanya saja ditakutkan dengan tindakan semacam itu akan membuat orang takut dengan Ramadhan. Di benaknya akan langsung terpikir bagaimana caranya mendapatkan uang yang cukup untuk memenuhi segala kebutuhan Ramadhan. Pikiran yang harusnya konsentrasi memaksimalkan amal ibadah selama Ramadhan malah terganggu oleh kemauan menghadirkan sesuatu yang spesial tadi. Akibatnya konsentrasi dan fokus ibadah menjadi terpecah.

Idealnya kita menjalani ibadah Ramadhan sebagaimana Rasuullah saw mencontohkan. Sepanjang Ramadhan Rasulullah termasuk orang yang lebih banyak menjalani hidup dengan kesederhanaan. Berbuka hanya dengan tiga butir kurma dan air putih. Memperbanyak ibadah dan sedekah. Sekaligus menjauhi dari hidup bermewah-mewah.

5. Lebih fokus pada pencarian malam lailatul qodr daripada menghidupkan tradisi i’tikaf 10 hari terakhir bulan Ramadhan

Kita patut bersyukur bahwa beberapa tahun belakangan tradisi menghidupkan 10 malam terakhir Ramadhan mulai ramai. Banyak keluarga yang mulai menyadari kemulian malam seribu bulan ini. Terbukti di beberapa masjid kegiatan itikaf selalu ramai oleh para jamaah.

Apa yang sudah baik dan tumbuh seperti itu sebaiknya perlu ditingkatkan lagi. Bila sebelumnya banyak jamaah yang itikaf di masjid pada malam-malam ganjil. Selanjutnya para jamaah harus membiasakan diri menghidupkan kegiatan 10 malam terakhir Ramadhan tanpa harus membeda-bedakan antara malam ganjil dan genap. Karena pada hakikatnya semua malam di 10 malam terakhir Ramadhan adalah mulai. Sementara lailatul-qodr menjadi bonusnya.

Logikanya jangan berubah. Jangan hanya fokus mencari malam lailatul qodr pada malam-malam ganjil dan meninggalkan malam-malam lainnya. Karena pada dasarnya keberadaan malam lailatul qodr adalah rahasia Allah.

Pos terkait