Memegang buku bagi saya bukan persoalan publisitas. Bukan pula sekedar gaya-gayaan. Apalagi sekedar pencitraan. Memegang buku bagi saya adalah urusan keseharian. Urusan menyambung kehidupan. Urusan bagaimana sebuah kecintaan, idealisme dan bisnis bersatu padu, menjadi sawah dan ladang bagi banyak orang.
Bagi saya buku bukan sekedar tumpukan lembaran kertas atau sekedar kumpulan teks yang tertulis. Buku adalah perpanjangan ingatan, gagasan dan pikiran manusia. Buku adalah warisan terbaik yang lahir dalam konteks dan ruang tertentu. Artinya, buku tidak hanya punya nilai intelektual tetapi juga barang yang sangat berharga. Itulah sebabnya buku punya nilai ekonomi yang dapat dipertukarkan. Buku jadinya tidak hanya karya kebudayaan tetapi produk industri.
Mungkin itulah sebabnyan jalan buku adalah jalan kehidupan saya. Saya menjadi pembaca buku yang tekun sejak menjadi siswa sekolah menengah atas. Sejak di kota tempat saya dibesarkan hadir perpustakaan umum dengan koleksi buku yang lumayan baik untuk kondisi saat itu. Saya menjadi anggotanya dan membaca hampir sebagian besar koleksinya. Walaupun sebagian besar isinya kurang saya pahami.
Baca juga: Membaca dan Berkaca
Saat saya menjadi mahasiswa, saya semakin tenggelam dalam urusan buku. Saya mulai menjadi peresensi, menuliskannya dan mengirimkan ke berbagai media massa. Saya pun mendapatkan honor dan mulai menyadari bahwa ada nilai ekonomis sebuah buku. Saya pun mulai berkenalan dan bergaul dengan para pegiat penerbitan. Dan jalan itu pulalah yang menjadikan saya diterima bekerja sebagai editor, mulai belajar menulis buku dan memahami dunia penerbitan. Itulah titik awal saya kecemplung dalam dunia perbukuan sebagai pekerjaan selepas lulus kuliah.
Dan dari urusan editor dan keredaksian, saya kemudian mulai merambah ke urusan produksi, promosi, pemasaran dan pengelolaan manajemen perbukuan. Dari editor, saya menjadi wakil kepala editor, general manajer dan menjadi direktur sebuah penerbitan. Posisi yang kemudian saya tinggalkan. Dan 20 tahun lalu saya mulai mendirikan dan mengelola penebitan sendiri bersama seorang sahabat. Dari hanya mampu menggaji satu orang OB sampai menjadi kelompok usaha dengan ribuan karyawan.
Jalan buku adalah jalan kehidupan saya. Jalan yang saya cintai ini tidak hanya memberikan kegembiran tetapi kehidupan yang baik.
Mungkin benar kata sebuah ungkapan, “darimana engkau mulai itu tidak penting, di mana engkau sekarang ini, itulah segalanya.” Karena buku, maka saya ada. Tabik.