Bermedia.id – Usai beli pesawat tempur Rafale dari Prancis Dassault Aviation senilai Rp 116 triliun dan pesawat F-15EX dari Amerika senilai Rp 200 triliun, Pemerintah Indonesia perlu merancang strategi offset atau imbal dagang yang terpadu. Hal ini penting agar pembelian pesawat Rafale dan F15 itu berdampak bagi pembangunan kemampuan inovasi dirgantara nasional.
Offset atau imbal dagang adalah kesepakatan antara pemasok barang dari luar negeri untuk melakukan investasi, kerjasama produksi dan alih teknologi ke dalam negara pembeli barang/jasa. Imbal dagang ini berupa memberikan peralatan dan bantuan untuk pendirian industri baru dengan tujuan ekspor. Atau sekurang-kurangnya untuk pembagunan atau peluasan teknologi manufaktur yang ada dan kemampuan industri.
Demikian kata Ketua The Center for Strategic Development Studies (CSDS), As Natio Lasman, dalam diskusi daring, Rabu (9/3/2022).
Menurut Lasman, untuk mengelola offset ini agar bernilai maksimal perlu adanya leading agency atau sejenis lembaga pengelola. Sehingga peluang imbal beli tersebut benar-benar mengarah pada peningkatan penguasaan teknologi dan inovasi dirgantara kita. Jangan hanya mengambil pekerjaan remeh-temeh atau kesempatan jalan-jalan ke luar negeri.
Mengelola Insentif
Lembaga pengelola imbal-beli ini harus dapat memastikan semua insentif, fasilitas ataupun peluang yang ada dari pembelian alutsista tersebut terkelola dengan baik. Nantinya hasil pengelolaan ini harus bermanfaat untuk keperluan pengembangan hal terkait dari trasaksi tersebut.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) ini menyebutkan Indonesia akan rugi bila tidak memanfaatkan peluang mendapatkan imbal dagang yang lazin berlaku di seluruh dunia. Karena itu Pemerintah harus segera memikiran format ideal dari lembaga pengelola imbal dagang ini.
Hal yang sama disampaikan CEO IPTN North America, Inc., Gautama Indra Djaya. Menurutnya Indonesia perlu memikirkan adanya lembaga pengelolaan imbal-dagang ini secara komprehensif. Karena kelembagaan ini dapat membantu Indonesia meminimalisasi ketergantuan teknologi dari negara lain. Indra menyebut SDM Indonesia sudah sangat mampu mengikuti perkembangan teknologi apapun. Sehingga Indonesia jangan takut meminta adanya imbal dagang dari setiap pembelian teknologi baru dari negara lain.
“Idealnya melalui offset ini kita bisa secara bertahap mengalihkan teknologi kunci produksi pesawat baik sipil maupun tempur,” kata Gautama yang menjadi pembicara dalam diskusi ini.
Contoh Terbaik
Menurut Indra, China memberikan contoh terbaik untuk itu. Offset pembelian pesawat sipil maupun tempur mereka dikoordinasikan oleh lembaga khusus, sehingga posisi tawarnya semakin tinggi. Karenanya menjadi tidak heran kalau industri pesawat mitranya sulit untuk menolak permintaan dari China.
“Manajemen offset saat Pak Habibie sebagai Menristek yang merangkap sebagai Dirut IPTN juga adalah pengalaman yang baik. Karena kita berhasil mengalihkan beberapa teknologi kunci pengembangan pesawat terbang,” tambah Indra.
Hadir pula dalam diskusi ini Senior Engineer Boeing, AS, Irfan Rosyidi dan 30 orang rekannya yang merupakan mantan karyawan IPTN. Saat ini mereka memilih karir di Boeing setelah terjadi perombakan manajemen di IPTN.