Beredar informasi bahwa Saudi akan membuka gerbangnya untuk jamaah Umroh dari luar negeri per tanggal 1 Muharam yang akan datang. Sayangnya, Indonesia termasuk daftar blacklist berumroh bersama 8 negara lainnya seperti India, Pakistan, Mesir, Turkey, Brasil, Afrika Selatan, dan Libanon.
Kalau dilihat dari aturannya, yang diblacklist bukan warga negaranya, tapi karena berasal atau melewati 9 negara tersebut dalam waktu kurang dari 14 hari. Artinya, jika ada WNI yang berada di luar negara yang tersebut di atas, maka pintu Saudi tetap terbuka.
Untuk bisa masuk ke Saudi, jamaah harus sudah mengantongi bukti vaksin dua dosis merek apapun. Namun untuk yang kadung vaksin dengan Sinovac, maka harus vaksin tambahan dangan merk yang digunakan oleh Saudi seperti Pfizer, AstraZaneca, Johnson & johnson, dan Moderna dengan dosis 1X.
Tambahan vaksin ini dikenal dengan istilah vaksin booster. Informasinya, Saudi sudah menyediakan tempat khusus di tiap pintu masuk Saudi untuk mendapatkan vaksin booster ini.
Selain diaspora, WNI yang tinggal di luar negeri, muslim yang tinggal di Indonesia pun bisa berangkat umroh.
Bagaimana Caranya?
Caranya dengan mengunjungi negara lain terlebih dahulu, kemudian stay selama minimal 14 hari di sana, baru masuk ke Saudi.
Ada beberapa negara yang jadi alternatif agar jamaah tetap bisa masuk ke Saudi, antara lain Jordan dan Maldives. Dua negara ini bisa jadi tempat transit awal sebelum terbang ke Saudi. Kenapa Jordan dan Maldives? Karena untuk masuk ke dua negara ini tidak perlu visa, itu salah satu pertimbangannya.
Lalu apakah ini menyalahi aturan? Tidak, karena saat mau masuk Saudi, jamaah sudah meninggalkan Indonesia lebih dari 14 hari yang lalu. Clear sampai di sini?
Biaya dan Risiko
Jika ditarik benang merahnya, apakah jamaah yang berangkat dari Indonesia bisa melakukan perjalanan umroh? Jawabannya bisa! Solusinya sudah dijabarkan di atas.
Adapun total hari dan biaya, itu masalah tersendiri.
Tapi tak ada salahnya kita bahas hal itu di sini. Bukan begitu, Bambang?
Pertama, tentang waktu.
Untuk paketan umroh 7 malam di Saudi sebagaimana standar paketan umroh yang selama ini ada, dengan asumsi 3 malam di Madinah dan 4 malam di Mekkah, maka total waktu yang dibutuhkan untuk bisa melaksanakan program ini sebanyak,
1. Durasi Stay di negara transit 14 hari,
2. Lama tinggal di Saudi 7 malam (7-8 hari)
3. Dan sepulang ke Indonesia harus menjalani karantina 8 hari (sesuai aturan yang terbaru)
Itu belum terhitung waktu yang dibutuhkan selama perjalanan bisa 2-3 hari. Artinya, untuk bisa berumroh di Muharam nanti, jamaah harus meluangkan waktu minimal 31 hari. Lebih dari 1 bulan!
Kalau dari segi biaya, jamaah harus merogoh kocek untuk tinggal di negara transit selama 14 hari, biaya karantina di Indonesia, biaya tiket, visa, dan Land Arrangement di Saudi yang notabene 1 kamar hanya diisi maksimal 2 orang, kapasita bus tidak lebih dari 50%, kegiatan di Saudi masih dibatasi, dll. Belum lagi biaya PCR dan asuransi yang mengcover Covid. Untuk menghitungnya pun saya gemeteran. Hahaha.
Sempat ada kawan yang menghitung, angkanya mencapai 50jt-an per pax untuk umroh program 7 malam di Saudi. Angka yang cukup fantastic di kondisi pandemic ini.
Ok lah bila tidak ada masalah di urusan piti, namun resiko yang harus dihadapi baik jamaah ataupun travel dibilang tidak ringan. Terlebih dengan kondisi yang belum normal seperti ini.
Pertama, bila hasil PCR sebelum berangkat ternyata positif, alih-alih bisa membaca talbiyah di Mekkah, yang ada malahan berurusan dengan isolasi mandiri/dirawat di RS. Ini jadi PR tersendiri untuk travel terkait dengan tiket yang sudah diissued, hotel yang sudah dibooking, dan urusan lainnya.
Kedua, bila saat di negara transit ternyata terpapar covid, apakah travel sudah siap dengan penanganan ini? Karena ini bukan hanya urusan pembayaran perawatan tapi juga tentang mental pasien yang ditinggal sendiri sementara gruopnya terbang ke Saudi.
Kemudian, perlu dibuatkan plan tambahan setelah sekian hari dirawat, apakah selanjutnya tetap terbang ke Saudi atau justru dipulangkan karena groupnya sudah pulang? Karena dari informasi yang beredar bahwa kegiatan selama di tanah suci pergerakan jamaah harus dilakukan secara berkelompok, didampingi oleh muthawif yang disediakan oleh muasasah, juga pendampingan kesehatan dari wizarah. Wallahu’alam.
Memperhatikan hal-hal di atas, saya berkesimpulan, untuk umroh dengan melalui negara ke-3 cukup kompleks dan beresiko tinggi!
Gambaran di atas bisa disampaikan ke teman-teman yang mau berangkat umroh di awal musim ini. Agar dapat gambaran sebelum melangkah.
Catatan untuk Jamaah dan Travel
Berdasar hitung-hitungan dan kondisi di atas, baik untuk jamaah ataupun travel, selain siapkan dana yang cukup banyak untuk membayar ini itu yang tidak terduga nanti, siapkan juga mental yang kuat, karena biasanya di awal-awal seperti ini Saudi masih mencari pola.
Persiapkan betul-betul bila ternyata Saudi tiba-tiba mengeluarkan kebijakan baru.
Tentu saja, kita semua berharap agar kebijakan yang dikeluarkan oleh Saudi mengarah ke kondisi normal. Namun tidak ada salahnya juga jika mentalnya disiapkan untuk menghadapi kenyataan bahwa yang terjadi sebaliknya.
Catatan dari saya untuk jamaah, bila teman-teman ada kesempatan untuk vaksin, maka vaksin lah. Apapun merknya. Karena ini sudah jadi syarat untuk bisa masuk ke Saudi. Untuk yang cormobid, silakan konsultasikan lebih lanjut ke dokter. Bila fisik mumpuni dan mempunyai kesanggupan dana untuk berangkat, silakan. The choice is yours!
Namun yang tidak kalah penting adalah siapkan mentalnya juga untuk kehilangan puluhan juta yang sudah keluarkan namun tidak bisa menginjakkan kaki di tanah suci karena terkendala ini dan itu.
Adapun untuk teman-teman travel, saran saya singkat, “Sayangi jantungmu, Kawan!”
Salam cinta
Mbak Butet