Bermedia.id – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto minta Pemerintah segera menuntaskan masalah dualisme fungsi kebijakan ristek akibat aturan sebagaimana yang tercantum dalam Perpres pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Perpres penambahan fungsi Ristek di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek (Kemendikbud Ristek).
Mulyanto melihat isi kedua Perpres tersebut tumpang tindih dan berpotensi menimbulkan dualisme fungsi kebijakan ristek nasional. Dalam Perpres pembentukan BRIN, Pemerintah memberi amanat fungsi perumusan, penetapan dan koordinasi pelaksaan riset nasional. Padahal fungsi yang sama juga ada juga di Kemendikbud Ristek.
Melihat hal ini Mulyanto khawatir pelaksanaan pengelolaan ristek nasional menjadi tidak optimal. Karena unit pelaksana di bawahnya menjadi bingung harus mengikuti arahan lembaga yang mana.
“Kita harus mengakhiri dualisme fungsi kebijakan. Ini kan jelas dualisme. Dua-duanya punya fungsi kebijakan. Pemerintah harus menegaskan. BRIN kebijakan apa. Kemendikbud-ristek kebijakan apa,” tegas Mulyanto dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI dengan Kepala BRIN dan Kepala LPNK, di Jakarta, Rabu 9/6/2021.
Pembagian Tugas
Untuk mengakhiri dualisme tersebut Mulyanto usul adanya pembagian tugas dan fungsi yang tegas antara fungsi kebijakan ristek di BRIN dan Kemendikbud Ristek. Kemendikbud Ristek hanya berwenang melaksanakan riset perguruan tinggi. Sementara riset lain yang lebih luas diserahkan kepada BRIN.
“Agar mudah dan clear, sesuai dengan komisi yang ada, Kemendikbud-ristek itu kebijakannya itu hanya sebatas riset perguruan tinggi. Tidak lebih dari itu,” imbuh Mulyanto.
Anggota Tetap
Mulyanto juga usul BRIN harus menjadi anggota tetap rapat kabinet. Hal itu perlu diputuskan agar BRIN bisa berkordinasi secara langsung dengan Kementerian terkait. Kedudukan BRIN dalam rapat tersebut adalah sebagai anggota tetap meskipun bukan lembaga kementerian.
“Kalau tidak, kasihan. BRIN akan kesulitan berkoordinasi dengan lembaga lain,” lanjut politisi PKS ini.
Untuk itu Mulyanto mendesak Pemerintah harus segera mengakhiri dualisme fungsi ini. Sebab saat ini saja sudah ada beberapa kegiatan ristek yang terganggu akibat dari dualisme ini.
Mulyanto mencontohkan saat ini kegiatan konsorsium Covid-19 yang dimotori Lembaga Bio Molekuler Eijkman menjadi terkendala. Lembaga ini bingung harus berkordinasi dengan kementerian atau lembaga yang mana. Padahal kegiatan riset konsorsium Covid ini sangat penting dan diperlukan.
“Bapeten yang ingin merevisi UU ketenaganukliran juga bingung dengan kondisi saat ini. Padahal Bapeten punya program revisi UU Ketenaganukliran. Tapi sampai saat ini sulit mau kordinasi kemana,” jelas Mulyanto.