Bermedia.id – Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori mempertanyakan keputusan Kementerian Agama yang menghentikan sementara pengajuan izin pendirian Pendidikan Anak Usia Dini Al Quran (PAUDQ) dan Rumah Tahfiz Al Quran (RTQ). Dia mengaku heran lantaran pemerintah membuat keputusan moratorium tersebut bertepatan saat Ramadan.
“Kenapa mesti moratorium? Banyak konstituen kami mempertanyakan alasan sesungguhnya dari keputusan itu. Apalagi moratorium tersebut muncul bertepatan dengan bulan Ramadhan. Sehingga banyak yang beranggapan keputusan itu tidak tepat,” ungkap Bukhori kepada media.
Bukhori dapat memahami keresahan konstituennya. Sebab bulan Ramadan adalah momentum mulia bagi umat Islam. Di bulan ini Allah turunkan kitab suci Al Quran. Dan dalam rangka memuliakan bulan tersebut, ujarnya, umat Islam berlomba-lomba mendekatkan diri dengan Al Quran.
Berbagai cara akan masyarakat lakukan untuk memuliakan al-Quran. Baik dengan cara membacanya, menghafalnya, mentadaburinya, mengkajinya. Sehingga ada sebagian masyarakat yang berminat belajar membacanya dari yang sebelumnya belum pernah bersentuhan dengan Alquran.
Semua itu karena daya tarik Al Quran dan keutamaan yang Allah janjikan terhadap hamba yang dekat dengan Al Quran.
“Dalam rangka menjaga syiar agama itu, tidak terhindarkan akan ada umat Islam, yang akan berupaya melembagakan kegiatan memuliakan Al-Quran. Baik yang terdiri dari ormas, yayasan, kelompok pengajian ataupun individu,” tuturnya.
Tenggat Waktu
Karena itu, lanjut Bukhori, sangat prihatin bila upaya mereka memperoleh legalitas terhalang dengan kebijakan moratorium ini. Apalagi Kementerian Agama yang tidak memberikan kepastian sampai kapan moratorium ini berlaku.
Bukhori khawatirkan keputusan tersebut akan menghambat kegiatan umat Islam mensyiarkan Alquran. Oleh karena itu, Anggota Fraksi PKS DPR RI ini meminta Kementerian Agama bertindak transparan demi menghindari spekulasi liar di tengah masyarakat.
“Pemerintah mesti memahami suasana batin umat saat ini. Jika alasannya untuk penataan lembaga dan penyempurnaan regulasi, kami pikir itu alasan yang normatif. Alasan itu juga tidak cukup masuk akal untuk menjawab tanda tanya besar di tengah masyarakat. Mereka butuh penjelasan secara jujur dan terbuka. Mereka menagih kepastian sampai kapan moratorium tersebut berlaku. Sekaligus mempertanyakan kenapa moratorium ini berlaku bertepatan di bulan Ramadhan,” ucapnya.
Legislator dapil Jawa Tengah I tersebut minta Kementerian Agama menyediakan solusi untuk memastikan antusiasme dan syiar Al Quran ini. Solusi tersebut harus menjawab antusiasme masyarakat memperoleh pengakuan dari Negara di tengah upaya penataan lembaga dan penyempurnaan regulasi.
Solusi Kementerian Agama dengan mempersilakan PAUDQ dan RTQ yang telah memiliki Tanda Daftar dari Kementerian Agama bisa tetap beroperasi, menurutnya, bukanlah jalan keluar yang adil.
“Jika dalih Kemenag memoratorium izin LPQ semata-mata demi penataan lembaga sekaligus penyempurnaan regulasi, maka semestinya bukan berhenti secara total. Kebijakan ini semestinya bisa diperlakukan sama halnya dengan penyempurnaan regulasi setingkat UU. Apakah ketika ada suatu undang-undang yang sedang direvisi, hal itu membuat kekuatan hukum dari UU terkait berhenti berlaku selama proses revisi berlangsung?” kritiknya.
Penataan Lembaga
Sebenarnya, lanjut Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu, penataan lembaga dan penyempurnaan regulasi bisa saja dilakukan seiring dengan membuka akses pengajuan izin pendirian PAUDQ dan RTQ oleh masyarakat. Pun jika di tengah jalan ada pembaruan regulasi, maka lembaga yang belum memenuhi kelengkapan sesuai dengan regulasi terbaru dapat diminta agar segera menyempurnakannya. Jika tidak kunjung disempurnakan, maka Tanda Daftarnya berhak dicabut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Jangan sampai muncul anggapan bahwa pemerintah tengah menghambat syiar Alquran di bulan Ramadan dengan menyetop pengajuan izin PAUDQ dan RTQ. Sebab itu saya menekankan agar komunikasi publik Kementerian Agama terhadap masyarakat harus disampaikan secara transparan, tidak parsial, serta akuntabel dengan bahasa yang mudah dipahami, sekalipun oleh masyarakat awam,” pungkas Bukhori.