Paris – Pengacara Prancis Sarah Asmeta memperjuangkan jilbabnya di ruang sidang pengadilan Prancis.
Di seluruh dunia, Muslimah telah menghancurkan stereotip, mengatasi hambatan diskriminatif yang merugikan di jalan mereka menuju kesuksesan.
Para Muslimah ini mampu menginspirasi orang lain untuk bangkit dan melakukan hal yang sama di lingkungan mereka sendiri, baik dalam politik, olahraga, mode, atau hiburan.
Sepanjang kisah pelarangan hijab di Prancis, pengacara Prancis Sarah Asmeta telah berjuang dalam persoalan yang telah memicu perdebatan tentang identitas dan imigrasi.
Pengacara Muslim berusia 30 tahun itu mengenakan jilbab di tempat kerja, dia dilarang oleh Dewan Pengacara setempat untuk mewakili klien di ruang sidang.
Asmeta adalah orang pertama di keluarganya yang melanjutkan studi di bidang hukum. Dia juga orang pertama di sekolah hukumnya IXAD di kota utara Lille yang mengenakan jilbab, dikutip dari Reuters.
“Saya tidak dapat menerima gagasan bahwa di negara saya, untuk menjalankan profesi, yang saya mampu, saya harus menanggalkan pakaian saya sendiri,” kata Asmeta, 30, kepada Reuters.
Rabu depan, pengadilan tertinggi Prancis akan memutuskan kasus Asmeta dalam keputusan yang dapat menjadi preseden nasional dan akan bergema di negara di mana jilbab telah memicu perdebatan tentang identitas dan imigrasi.
Larangan Hijab
Saat ini di Prancis, Dewan Pengacara, termasuk yang terbesar di Paris, memiliki aturan internal yang tidak mengizinkan simbol agama seperti jilbab. Dari Dewan Pengacara yang mewakili 75% praktisi, 56% telah melarang simbol agama untuk dikenakan seperti pakaian, menurut survei yang dilakukan oleh Poirret untuk kasus ini.
“Dalam larangan umum ini ada diskriminasi yang tepat dan tidak langsung (terhadap wanita Muslim),” kata pengacara Asmeta, Claire Waquet kepada pengadilan, Selasa pekan lalu.
Berjuang sampai titik darah penghabisan, Asmeta, yang memiliki pengalaman positif magang di Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag dan bekerja sebagai asisten hukum di Brussel, sedang mempertimbangkan pindah ke luar negeri sebagai upaya terakhir.
“Saya sangat senang di sana, saya bisa bekerja, orang melihat saya sebagai orang yang memiliki kompetensi dan tidak suka masalah,” katanya.
Hijab merupakan syariat Islam bukan sekedar mode. Apa yang muslimah pilih untuk dipakai menjadi topik kontroversial di Prancis. Pada tahun 2004, Prancis melarang jilbab di sekolah umum, dan pada tahun 2010, menjadi negara Eropa pertama yang melarang burqa, yang menutupi wajah wanita.