Mulyanto Sebut Pemerintah Kalah Hadapi Tekanan Pengusaha Minyak Goreng

Mulyanto Sebut Pemerintah Kalah Hadapi Tekanan Pengusaha Minyak Goreng
Mulyanto Sebut Pemerintah Kalah Hadapi Tekanan Pengusaha Minyak Goreng (Dok: BBC.com)

Bermedia.idAnggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menyebut pemerintah kalah hadapi tekanan pengusaha minyak goreng. Sehingga pada akhirnya pemerintah menyerahkan soal ini pada mekanisme pasar.

“Pasalnya, setelah mengadakan pertemuan dengan produsen migor, Pemerintah memutuskan untuk menaikkan HET minyak goreng curah menjadi sebesar Rp14 ribu per liter pada selasa, 15 Maret 2022. Padahal sebelumnya, HET minyak goreng curah Rp11.500 per liter. Selain itu, pemerintah juga mencabut aturan HET minyak goreng kemasan dan menyerahkannya melalui mekanisme pasar,” kata Mulyanto.

Bacaan Lainnya

Mulyanto menyebut para penimbun yang sebelumnya menahan minyak goreng murah akan sorak-sorai. Mereka akan merayakan kemenangan ini sambil mencibir inkonsistensi kebijakan Pemerintah. Mereka akan puas melihat serta Menteri Perdagangan yang terkesan menjilat ludah sendiri.

Mulyanto tidak heran kalau pengusaha dapat mendikte pemerintah. Sebab pasar minyak goreng bersifat oligopolistik.

Pasar minyak goreng

Dari data Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU) pasar minyak goreng dari hulu ke hilir, termasuk terintegrasi ekspor, memang dominan dikuasai oleh 4 produsen. Mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk mengatur produksi dan harga dalam pasar yang bersifat oligopolistik ini. Karena itu mereka mereka merasa terganggu dengan kebijakan pembatasan harga.

“Apalagi harga CPO sedang bagus-bagusnya, menembus angka USD 2.000 per ton. Penerimaan ekspor Indonesia tahun 2021 atas CPO sebesar USD 28.5 miliar naik 55 persen. Tahun 2020 hanya USD 18.4 milyar. Padahal secara volume tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Jadi jangan heran kalau para pengusaha ini menikmati durian runtuh windfall profit yang membuatnya semakin kaya,” terang Mulyanto.

Mulyanto menambahkan pengenaan domestic market obligation (DMO) CPO sebanyak 20 persen dari kuota ekspor, yang kemudian naik menjadi 30 persen, tentu akan memangkas pendapatan mereka. Apalagi ada ketentuan domestic price obligation (DPO) maka akan membuat pengusaha berpikir ulang untuk melepas produknya.

Cabut regulasi

Ke depan, menurut Mulyanto, dalam jangka panjang pemerintah harus berani menata niaga migor ini. Pemerintah harus membuat aturan tata kelola minyak goreng yang menguntungkan masyarakat. Sehingga harga terjangkau dan barangnya tersedia dengan cukup.

“Salah satunya dengan mengubah struktur pasar oligopolistik tersebut. Caranya cabut regulasi yang menghambat munculnya usaha-usaha minyak goreng yang baru. Bila perlu beri insentif agar usaha itu dapat tumbuh bersaing dengan pengusaha yang sudah ada,” ujar Wakil Ketua FPKS ini.

Selain itu, lanjut Mulyanto, pemerintah juga perlu memberikan kewenangan kepada Badan Pangan Nasional (BPN) termasuk juga Badan Urusan Logistik (Bulog) menata niaga minyak goreng.

Sekarang ini kewenangan BPN terbatas hanya untuk sembilan komoditas; beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai. Tidak termasuk minyak goreng dan tepung terigu. Sementara Bulog hanya mendapat kewenangan mengelola beras, kedelai dan jagung.

Pos terkait