Bermedia.id – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, sarankan Pertamina mulai mengembangkan lini usaha bahan bakar nabati (BBN). Hal ini perlu untuk menyiasati perubahan tren bisnis energi ke depan.
Mulyanto melihat Pertamina perlu mengambil kesempatan ini selagi peluang untuk mengembangkan industri ini terbuka lebar.
“Ketimbang mengembangkan bisnis yang nyerempet-nyerempet dengan garapan PLN, seperti listrik dan geothermal, maka bagus kalau Pertamina mengembangkan produk-produk substitusi impor migas. Seperti biofuel (untuk substitusi solar dan bensin), DME (dimethyl eter) dan gas alam (untuk substitusi LPG). Pertamina juga dapat mengembangkan ekosistem kendaraan listrik (untuk substitusi BBM),” kata Mulyanto
“Apalagi kalau bahan baku untuk produksinya melimpah di Indonesia dan berkelanjutan. Jadi bukan saja green, tetapi garapan bisnis ini akan dapat mereduksi defisit transaksi berjalan dari sektor migas. Sehingga kita dapat mengurangi ketergantungan pada luar negeri sebagai negara net importer migas,” jelas Mulyanto usai mengikuti FGD dengan jajaran direksi Pertamina pekan lalu.
Peran Pertamina
Mulyanto menyebutkan dalam bisnis ini Pertamina dapat bergerak semakin ke hulu. Pertamina tidak saja berperan sebagai distributor tetapi juga sebagai produsen. Maka tentu bidang garap ini akan semakin kokoh dan memiliki dampak yang sangat positif bagi ketahanan pangan nasional.
Apalagi kalau Pertamina juga masuk dalam bisnis minyak sawit maka kasus kelangkaan dan harga tak terkendali produk ini seperti yang terjadi sekarang dapat terhindarkan.
Sebagai BUMN dengan jaringan outlet yang luas secara nasional, kemampuan distribusi Pertamina terbukti sangat andal.
“Selain itu, kehadiran BUMN dalam bisnis minyak sawit dapat mengoreksi pasar minyak sawit yang oligopolistik. Tentunya ini akan mengokohkan pasar minyak sawit yang ada, sehingga masyarakat untung,” imbuh politisi PKS Dapil Tangerang Raya ini.
Tujuan Pengembangan
Sebagai informasi, biofuel atau BBN (bahan bakar nabati) dari CPO dikembangkan dengan beberapa tujuan. Seperti dalam rangka mereduksi impor BBM, yang berarti menekan defisit transaksi berjalan dari sektor migas, sekaligus menerapkan net zero emission. Sehingga menghasilkan bahan bakar yang lebih bersih.
Pada tahun 2022, Pemerintah menaikan alokasi biofuel menjadi sebesar 10,15 juta kiloliter. Angka ini naik dari alokasi tahun 2021 yang berada di posisi 9,4 juta kiloliter. Kapasitas terpasang produksi biodiesel saat ini sebesar 14,5 juta kiloliter, yang disiapkan oleh swasta besar. Perkiraan dana pembiayaan (subsidi) biofuel dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tahun 2022 sebesar Rp35,41 triliun. Program biofuel ini telah berjalan sejak 1 Januari 2020.