Berawal dari usaha untuk melindungi putranya dari komentar rasis yang memburunya selama pertandingan hoki sekolah, Ebtehal Badawi memutuskan untuk menggunakan keterampilan artistiknya untuk membuat lukisan “Pittsburgh Builds Bridges”.
Poster biru dengan jembatan kuning di atasnya juga beberapa kepalan tangan dengan warna berbeda dan berbagai simbol agama untuk mengajak solidaritas dan persatuan. Jembatan ini merupakan simbol yang sangat berarti bagi Pittsburgh, yang memiliki 446 jembatan.
“Bagi saya, ini bukan sekadar lukisan,” kata Badawi kepada Religion News Service. “Ini menyatukan semua orang sehingga itu bisa menjadi milik mereka.”
Tiga tahun setelah meluncurkan kampanyenya pada tahun 2018, posternya sekarang ditampilkan di lima sekolah di kota, sebuah kafe, kampus Greater Allegheny di Penn State, dan segera, sebuah lembaga nonprofit yang didedikasikan untuk pemukiman kembali para pengungsi.
Poster lukisan Badawi juga tersebar di seluruh kota di banyak perpustakaan, kedai kopi, dan tempat umum lainnya.
“Ketika saya menggambar ini, saya tidak tahu saya ingin melukisnya sebagai mural. Seumur hidup saya belum pernah melukis mural,” kata Badawi.
“Saya tidak pernah berpikir itu akan menjadi kampanye. Niat saya adalah untuk membantu anak-anak di komunitas tempat saya berada yang tidak terlalu beragam. Itu sebabnya saya melukis ini. Dan kemudian semuanya mulai menyatu.”
Menurut data Pew Research Center 2014, kurang dari 1% penduduk Pittsburgh adalah Muslim, dengan 78% mengidentifikasi diri sebagai Kristen.
Badawi mengatakan bahwa pesan Pittsburgh Builds Bridges terinspirasi oleh keyakinan sebagaj Muslim. “Dalam Islam, kami menyambut semua agama,” kata Badawi.
“Dan kami diajari bahwa ketika kami melihat seseorang kesakitan atau terluka, kami menawarkan bantuan. Itulah yang dilakukan oleh Nabi kita, saw.”
Sekarang, Badawi berencana untuk melukis mural outdoor “Pittsburgh Membangun Jembatan” dengan bantuan anggota masyarakat dari seluruh kota.
“Alasan hal ini terjadi, insiden rasisme dan bullying, adalah karena orang takut dengan orang yang berbeda,” kata Badawi.
“Kita perlu menerima mereka yang berbeda, orang-orang yang tidak terlihat sama atau memiliki keyakinan yang sama. Kami harus terbuka, untuk melihat orang-orang di depan kami.”