Mulyanto Minta Pemerintah Bentuk Lembaga Pengelola Bahan Baku Minyak Goreng

Untuk menjaga stabilitas pasokan CPO ke produsen minyak goreng, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto minta pemerintah membentuk lembaga pengelola.
Pengumuman persediaan minyak goreng di salah satu toko. (Dok: Liputan6.com)

Bermedia.id – Untuk menjaga stabilitas pasokan Crude Palm Oil (CPO) bahan baku minyak goreng, ke produsen minyak goreng, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto minta pemerintah membentuk lembaga pengelola. Nantinya lembaga ini bertugas mengatur alokasi CPO untuk produksi minyak goreng dan bio diesel. Dengan demikian, kebutuhan CPO untuk semua industri terpenuhi.

“Masalah utamanya kan di titik ini. Kalau produksi aman tentunya perlahan tapi pasti distribusi juga akan aman,” terang Mulyanto.

Bacaan Lainnya

“Kalau perlu pemerintah bentuk lembaga pengelola CPO DMO migor. Lembaga ini yang nantinya memastikan aliran CPO DMO ini lancar dan sehat. Termasuk, secara akurat perlu mempertimbangkan apakah angka DMO sebesar 20 persen dari kuota ekspor ini sudah memadai,” kata Mulyanto.

Buka suara

Mulyanto minta Menteri Perindustrian buka suara dan bertindak mengatur industri minyak goreng ini. Menurutnya, krisis minyak goreng saat ini sudah mengkhawatirkan. Di beberapa tempat sudah terjadi antrian untuk mendapatkan minyak goreng.

“Menteri Perindustrian kita ini terkesan pendiam soal minyak goreng. Padahal masyarakat sudah lama teriak-teriak,” ujar Mulyanto.

“PKS mendesak pemerintah meningkatkan koordinasi secara intens dan komprehensif. Pemerintah perlu merencanakan action plan dari hulu hingga hilir. Sehingga soal kelangkaan migor ini segera teratasi. Jangan berhenti pada kebijakan di bagian hilir, sementara bagian hulunya tidak dibenahi. Kelangkaan ini sudah lewat satu bulan, apalagi sebentar lagi kita segera akan memasuki bulan Ramadhan,” tegas Mulyanto.

“Pemerintah harus dapat memastikan agar aliran dari kuota DMO CPO yang dipatok pada harga sebesar Rp 9.300/kg berjalan efektif, lancar mengalir masuk ke industri migor. Sehingga tingkat utilitas industri ini terjaga tetap normal.

Ini sudah 6 produsen migor tutup. Jangan nunggu lebih banyak korban produsen lagi, dan kelangkaan migor semakin menggila,” imbuhnya.

Tutup pabrik

Sebelumnya Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) melaporkan hingga saat ini ada enam produsen migor yang berhenti produksi. Mereka menyerah karena tidak mendapat pasokan CPO (crude palm oil) sesuai kebutuhan.

Untuk diketahui terkait dengan kegiatan ekspor CPO, maka industri migor dapat dibagi menjadi tiga jenis: produsen yang terintegrasi (pasar ekspor sekaligus pasar domestik), produsen migor domestik (hanya pasar domestik) dan produsen migor ekspor (hanya pasar ekspor).

Produsen terintegrasi (ekspor-domestik) tidak menghadapi masalah terkait pasokan CPO DMO. Karena untuk produsen jenis ini, kuota CPO DMO-nya dapat diambil langsung dari dirinya sendiri, yakni dengan menyisihkan 20 persen dari kuota ekspor CPO-nya. Ini soal kantong kiri dan kantong kanan.

Yang bermasalah adalah produsen migor domestik. Bila tidak memiliki relasi bisnis dengan produsen ekspor akan kesulitan mendapat pasokan CPO DMO. Sebab sumber CPO DMO datangnya dari produsen ekspor ini. Produsen migor domestik ini tidak mengambil pasokan CPO dari pasar umum, karena produknya bisa tidak mengejar HET (harga eceran tertinggi).

Sementara itu produsen CPO ekspor, juga punya masalah. Mereka punya pekerjaan rumah tambahan, yakni harus menyalurkan CPO DMO sebanyak 20 persen dari kuota ekspornya ke produsen migor domestik, yang selama ini kewajiban tersebut tidak ada.

Pos terkait