Sekumpulan teman melakukan penawaran tentang harga ikan arwana. Satu orang bilang, dia paling berani membeli dengan harga paling mahal Rp 100 ribu . Teman ini sama sekali tidak paham tentang Ikan. Teman yang lain menawar dengan harga Rp 1 juta. Dia senang merawat Ikan, tapi belum pernah merawat ikan arwana. Sementara seorang teman yang memang pecinta ikan arwana, berani membeli ikan arwana ini seharga Rp 5 juta.
Pertanyaannya: mengapa satu ikan arwana yang sama dihargai berbeda-beda? Jawabannya terletak pada referensi, interes dan pandangan masing-masing setiap orang. Semakin awam, semakin ngawur dalam menilai, begitu juga sebaliknya.
Pola pikir dalam menilai ikan arwana, juga berlaku saat orang lain menilai diri kita. Kita ibarat ikan arwana itu.
Dalam pandangan orang-orang yang tidak mengenal diri kita, kita adalah orang biasa. Di mata orang-orang yang memahami kita, kita adalah orang yang menarik. Kita adalah orang yang istimewa dalan pandangan orang-orang yang mencintai kita.
Dalam pandangan orang yang penuh kedengkian, kita adalah pribadi yang menjengkelkan. Dan kita adalah orang yang jahat dalam tatapan orang-orang yang iri terhadap kita. Dengan cara itu kita paham bahwa setiap orang memiliki pandangannya masing-masing.
Seperti ikan arwana, kita akan dihargai dengan benar ketika kita berada dalam lingkungan yang tepat. Artinya, tak usah berlelah-lelah agar kita tampak baik, sebab setiap orang punya penilain masing-masing terhadap kita. Namun, mungkin benar kata seorang bijak: berusahalah terus melakukan kebaikan dan menjaninya dengan penuh keiklasan. Jika beruntung kita menemukan orang baik, jika tak beruntung kita ditemukan orang baik. Tabik.