Duta Baca

Literasi
Pendiri Rumah Dunia, Gola Gong. (dok: ipoedkakipalsu.com)

Saya berkenalan dengan Gola Gong di tahun 90an awal. Dikenalkan oleh Mas Eka Budianta, atasan saya di Penerbit Puspa Swara. Saat itu saya jadi editor untuk buku “Kutunggu di Yogya” dan “Perjalanan Asia” yang ditulis oleh Gola Gong. Kami bertemu di kantor penerbit tempat saya bekerja. Di kantor yang terletak di Wisma Jana Karya di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.

Namun, jauh sebelum saya ketemu secara fisik, sejatinya saya telah mengenalnya lewat tulisan berserinya yang terbit di sebuah majalah remaja. Tulisan itu kemudian menjadi inti dari buku seri “Balada Si Roy”. Buku yang menjadi best seller dan menjadi inspirasi para remaja Indonesia untuk berpetualang. Untuk berani mewujudkan impiam masa remajanya.

Bacaan Lainnya

“Jangan berikan kartu nama ke orang Baduy, kecuali tak keberatan untuk dikunjungi,” begitu kata Gola Gong saat kami jalan bareng ke Baduy.

Saat itu, saya, Gola Gong dan Mas Eka berkunjung ke Baduy Dalam, untuk mengenal segala sesuatu tentang budaya Baduy. Kami menginap di Ciboleger, di rumah penduduk di luar area perkampungan Baduy Luar. Ternyata dua bulan kemudian pesan Gola Gong itu menjadi kenyataan. Kantor kami dikunjungi Saudara-saudara dari Baduy. Mereka datang malam-malam. Satpam kantor pun jadi repot menyulap ruang tamu jadi tempat tidur darurat.

Pegiat Literasi

Di luar urusan tulis menulis, penerbitan buku, dan berpetualang, Mas Gong sejatinya seorang pegiat literasi. Komunitas Rumah Dunia adalah jejak nyatanya dalam menghidupkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Walaupun untuk mewujudkannya dia mesti berjibaku berdarah-darah merogoh kocek pribadinya, juga mengajak puluhan orang untuk berdonasi buku dan patungan pembebasan lahan. Namun itulah impian hidupnya, seperti tulisan di salah satu tempat komunitas itu berkumpul: “Rumah Dunia, rumah yang dibangun oleh kata-kata”.

Dengan impian untuk terus menghidupkan literasi, Gola Gong kemudian berkampanye tentang pentingnya literasi, menghidupkan budaya baca, dan pendirian TBM-TBM di seluruh Indonesia. Itulah sebabnya beliau pernah tercatat sebagai Ketua Umum Forum TBM se-Nusantara. Jadi kalau kini beliau ditetapkan sebagai Duta Baca oleh Perpustakaan Nasional, bagi saya ini menegaskan jejak langkahnya selama ini. Jejak yang telah dibangun hampir sebagian besar hidupnya.

Mungkin benar kata sebuah pepatah, “Nilai dan derajat kita hari ini adalah akumulasi dari jejak-jejak kita di masa lalu. Dan nilai dan derajat kita di masa depan, tergantung apa yang dilakukan kita hari ini.”

Duta Baca sejatinya adalah brand yang yang sudah sangat melekat untuk sahabat saya ini. Ditetapkan atau tidak ditetapkan itu perkara lain. Selamat Gong. Saatnya berkiplah lebih luas, lebih berdaya, lebih bermanfaat. Salam sehat. Salam literasi.

Pos terkait